Call +62 214415609
WHAT'S NEW?
Loading...

Memahami Perilaku Anak dengan Autisme

Memahami Perilaku Anak dengan Autisme

Oleh: Margaretha
Dosen Psikologi Abnormal, Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, Surabaya
restricted interest and repetitive behavior 1
Minat terbatas dan perilaku berulang adalah gejala klinis yang sering dilaporkan menjadi persoalan bagi orang-orang di sekitar anak dengan autisme. Anak menjadi sangat kaku dengan jadwal dan rutin, serta sulit berpikir luwes. Sering, orang tua langsung berusaha menghentikan perilaku berulang anak karena dianggap mengganggu. Namun apa yang terjadi kemudian adalah anak malah menunjukkan perilaku sulit, seperti marah dan frustasi ketika menghadapi perubahan. Tidak jarang, perilaku mereka ini membuat keluarga, guru merasa kewalahan dan putus asa.
Apakah sebenarnya perilaku minat terbatas dan perilaku berulang? Tulisan ini akan menjelaskan apa makna perilaku minat terbatas dan perilaku berulang bagi anak dengan autisme serta apa cara yang dapat dilakukan oleh orang tua untuk menghadapi perilaku anak.

Profil Perilaku Anak dengan Autisme

Anak dengan autisme memiliki minat yang terbatas serta keterpakuan pada obyek atau aktivitas tertentu, seperti: menyukai mainan tentara, maka selalu bermain dengan mainan tentara. Rutin dan ritual menjadi suatu yang sangat penting dalam aktivitas anak dengan autisme, contohnya: melakukan hal-hal dalam urutan tertentu, menggunakan baju tertentu, makan makanan tertentu. Melakukan kegiatan dalam urutan membuat anak mampu memprediksi lingkungannya dan mengembangkan kepercayaan dirinya untuk menghadapi dunianya.
Selain itu perilaku berulang atau perilaku repetitif juga sering dilakukan oleh anak dengan autisme. Perilaku berulang adalah bentuk perilaku, aktivitas motoris atau postur tubuh yang dilakukan secara berulang-ulang oleh anak dengan autisme sebagai bagian dari rutinnya. Dalam hal bentuk perilaku berulang motoris anak dengan autisme dapat memunculkan perilaku seperti mengetuk-ngetuk jari (tapping) atau mengepak-kepakan lengannya atau tangannya (flapping). Mengapa perilaku ini muncul? Bagi kita mungkin perilaku berulang tidak bermakna namun bagi anak dengan autisme melakukan perilaku berulang tersebut memberikan efek yang positif. Beberapa anak menikmati kegiatan tersebut karena perilaku berulang merupakan hal yang menyenangkan, misalkan: flapping dilakukan karena anak menikmati tekanan otot tangan yang bergerak-gerak; namun pada beberapa anak perilaku tersebut juga berperan dalam mengendalikan emosinya, misalkan: ketika ia bersemangat ia akan melakukanflapping.
Ada juga perilaku berulang yang ditunjukkan dalam bentuk perilaku kompulsif karena didasari obsesi terhadap suatu obyek, misalkan: sangat tertarik pada balok mainan (lego), lalu melakukan bermain dengan menyusun balok mainan secara terus menerus.
Berikut adalah beberapa bentuk karakteristik perilaku anak dengan autisme:
  1. Ingin melakukan aktivitas dengan urutan tertentu, misalkan: kerjakan A lalu kerjakan B, dan seterusnya
  2. Sulit melakukan berpikir luwes atau fleksibel, misalkan: A harus menggunakan B, jika tidak maka akan salah
  3. Minat yang sangat kuat pada data
  4. Bentuk perilaku motoris yang berulang
  5. Bermain dalam pola repetitif dan stereotipik serta tanpa interaksi sosial dengan teman sebayanya
  6. Memiliki kelekatan terhadap benda; yang tidak mau dilepas atau dibawa ke mana-mana bersama
  7. Memiliki minat dan obsesi pada benta atau aktivitas tertentu
Ketika anak dengan autisme dihambat untuk melakukan perilaku minat terbatas dan perilaku berulang, biasanya mereka akan sangat marah dan sedih. Rutinitas membuat anak dengan autisme mampu memprediksi dan mengelola dunianya, jika ini rusak maka ia sulit memahami dunianya. Akibatnya, anak akan merasa tertekan jika ritual dan rutinitasnya terganggu.
Dengan mengetahui bahwa perilaku minat terbatas dan perilaku berulang sangat berarti bagi anak dengan autisme, maka kita sebagai orang tua dan guru atau terapis perlu mempelajari dan memaknai perilaku anak. Perilaku anak dengan autisme adalah komunikasi. Perilaku mereka ingin menyampaikan sesuatu mengenai apa yang mereka inginkan dan butuhkan. Selayaknya kita tidak hanya serta merta menghilangkan perilaku minat terbatas dan perilaku repetitifnya, namun berusaha memahami perilaku tersebut.

Menghadapi perilaku anak dengan autisme

Jika kita tiba-tiba menghentikan minat terbatas dan perilaku berulang anak, biasanya anak akan marah dan memunculkan perilaku sulit (frustasi).
Pada beberapa kesempatan belajar, sebenarnya minat anak dan perilaku berulangnya dapat kita gunakan sebagai motivator atau hadiah yang diberikan setelah anak belajar perilaku baru. Contohnya: jika anak sangat suka kereta dan sangat sering bermain kereta-keretaan, maka orang tua bisa menggunakan kereta mainan sebagai motivator belajar. Anak diberikan pemahaman secara konkret dan visual (menggunakan alat bantu visual – lihat gambar 1) bahwa setelah menghabiskan makan siang baru dia akan dapat bermain dengan keretanya. Dengan pendekatan ini, kita tidak serta merta menghilangkan perilaku berulang dan minat terbatas anak namun menggunakannya sebagai pendukung belajar perilaku barunya.
Pada kesempatan lain, kita juga mungkin perlu melakukan intervensi atas perilaku minat terbatas dan perilaku berulang anak. Intervensi dalam hal ini berarti:
  1. Menurunkan jumlah atau menghilangkan perilaku, misalkan: mengurangi perilaku tapping agar lebih mau melakukan kontak mata
  2. mengganti perilaku atau aktivitas dengan sesuatu perilaku yang lebih adaptif, misalkan: mengganti perilaku menggigit atau menggeretakkan gigi dengan perilaku menggigit mainan
  3. mengajari agar melakukan perilaku tersebut hanya pada konteks yang tepat/yang disetujui, misalkan: hanya main kereta di rumah tapi tidak di sekolah atau di restoran
Biasanya perilaku yang diintervensi dipilih karena perilaku tersebut memberikan efek yang negatif atau menghambat perkembangan anak dengan autisme. Ada beberapa pertimbangan untuk memilih prioritas intervensi perilaku pada anak dengan autisme:
  1. perilaku menyebabkan luka atau merusak
  2. perilaku menghambat belajar
  3. perilaku menghambat atau membatasi keterlibatan anak dalam aktivitas belajar dan relasi sosial dengan teman/orang lain
Sebaiknya, kita tidak merubah perilaku hanya karena perilaku tersebut menyebalkan atau dianggap orang lain tidak elok. Namun kita perlu mempertimbangkan bagaimana perilaku tersebut bermakna bagi anak. Dengan begitu kita dapat bijak memberikan intervensi yang terbaik bagi anak dan juga lingkungannya.

Referensi
Hands-out Workshop on Autism August 2013. Autism Association of Western Australia.

0 komentar:

Posting Komentar