Mendeteksi Anak dengan Autisme
Margaretha,
sedang mengikuti Workshop Identifikasi dan Intervensi dini Anak dengan Autisme di Autism Association of Western Australia, Perth.
sedang mengikuti Workshop Identifikasi dan Intervensi dini Anak dengan Autisme di Autism Association of Western Australia, Perth.
Di sebuah Panti Asuhan, ada anak M yang hampir berusia 2 tahun. Kira-kira setiap 10 kali pengasuh berusaha memanggil namanya, hanya 1 kali saja dia mau melirik orang yang memanggil. Tadinya ditakutkan hal ini karena pendengarannya, namun Dokter menyatakan pendengarannya normal. Belum ada 1 katapun yang bisa diucapkannya. Dia sangat sulit untuk diajak bermain bersama. Jarang sekali melakukan kontak mata dengan pengasuhnya; atau bahkan hampir tidak pernah terlihat tertawa ketika bermain dengan pengasuh. Jika bermain M bisa cukup lama melihat tangannya yang diangkat ke atas , hanya melihat jemari tangannya bisa asik sendiri sampai beberapa lama. Hingga saat ini ia belum pernah terlihat bermain bersama atau berinteraksi dengan anak-anak seumurannya. Pengasuhnya mulai cemas, apakah ini Autisme?
Sebelum ditegakkannya diagnosa, anak dengan gejala-gejala seperti M sering mendapatkan diagnosa keterlambatan perkembangan, seperti: terlambat perkembangan kemampuan bicara atau motorik. Hal ini dilakukan karena menunggu perkembangan anak yang memang bisa terjadi berbeda-beda. Secara umum, pada usia 2-3 tahun, gejala autisme pada anak sudah dapat diidentifikasi secara dini.
Identifikasi dini Autisme
Dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders V (DSM V, 2013) dijelaskan bahwa gejala autisme memiliki 2 gejala utama: 1) komunikasi sosial, serta 2) minat terbatas dan perilaku berulang. Hal ini berbeda dengan uraian gejala di dalam DSM IV TR (DSM IV TR, 2000) yang masih menggunakan Triad of Impairment, yaitu: 1) gangguan komunikasi, 2) gangguan sosial, dan 3) gangguan perilaku dengan minat terbatas dan perilaku berulang. Namun secara umum, panduan-panduan ini menyiratkan bahwa diagnosa Autisme diberikan ketika anak menunjukkan kesulitan untuk melakukan komunikasi dan penyesuaian sosial disebabkan oleh keunikan perilakunya. Keunikan perilaku ini disebabkan minatnya yang terbatas pada beberapa obyek atau aktivitas; namun keunikan ini juga disebabkan oleh pola kognitif dan kebutuhan sensorisnya yang berbeda dari anak pada umumnya. Hal-hal ini dapat dijadikan panduan untuk mengidentifikasi anak dengan gejala autisme secara dini.
Walaupun tidak ada anak dengan autisme yang menunjukkan gejala yang persis sama, namun secara umum mereka akan menampilkan gejala perilaku sosial, komunikasi, perilaku berulang dan minat terbatas, juga disertai dengan munculnya keunikan pola kognitif dan kemampuan sensorisnya.
Masalah komunikasi dan interaksi sosial
Dalam komunikasi dan interaksi sosial, anak dengan autisme mengalami hambatan dalam:
- Sulit berteman atau berinteraksi dengan teman sebaya
- Tidak atau kurang memahami antri dan bermain peran
- Kurang memhaami ruang pribadi orang lain (other’s personal space)
- Kurang menghargai apa yang orang lain sampaikan
- Kesulitan memprediksi niat dan perilaku orang lain
- Kesulitan memahami informasi abstrak
- Kesulitan menjalin komunikasi dan percakapan social
- Sulit memahami perasan dan pikiran orang lain
- Sulit memahami norma-norma dalam interaksi sosial dan konteks social
- Sulit bermain imaginatif
Kesulitan-kesulitan ini membuat anak dengan autisme sering dianggap bermasalah atau nakal di lingkungannya.
Masalah sensoris
Banyak anak dengan autism merespon secara berbeda atas suatu stimulus sensoris. Suara yang dianggap biasa orang anak pada umumnya, dapat terdengar sangat keras dan menyakitkan bagi sebagian anak dengan autisme. Sinar yang terang, bau, rasa, tekstur yang berbeda dapat mengganggu oleh karena itu lingkungan dimana anak dengan autisme belajar perlu dikondisikan agar memberikan stimulus sensoris yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan sensoris mereka. Atau mereka membutuhkan rangsang gerak yang cukup intens agar mereka dapat menenangkan diri, contohnya: anak membutuhkan gerakan aktif sebelum bisa mulai belajar fokus. Maka adalah sangat penting untuk dapat mengidentifikasi kebutuhan sensoris anak dengan autisme, agar dapat membantu mereka untuk melakukan aktivitas sehari-hari dengan optimal dan minimal gangguan sensoris. Hal ini disebut sebagai kebutuhan sensoris yang khas pada anak dengan autisme.Profil kognitif
Anak dengan autisme memiliki kesulitan mentransfer pemahaman yang telah mereka pelajari pada berbagai konteks baru. Hal ini terjadi karena proses berpikir konkret membuat mereka fokus pada detail dan sulit melihat konteks secara umum. Contohnya: jika mereka belajar meminta tolong pada orang tua, mereka kesulitan untuk menerapkan perilaku minta tolong pada temannya, karena mereka tidak memahami bagaimana perilaku tersebut ditransfer pada konteks baru atau orang lain. Biasanya profil kemampuan kognitifnya juga berisi ketidaksetaraan antara kemampuan-kemampuan diri, ada satu yang sangat baik namun di lain kemampuan sangat rendah. Contohnya: si anak bisa saja sangat baik menghapal namun angka tapi sangat sulit memahami informasi bahasa abstrak.
Beberapa tanda gejala autisme
Berikut ini adalah beberapa gejala yang dapat menjadi perhatian orang tua atau guru untuk mengenali autisme.
Area | Gejala yang perlu dipelajari |
Komunikasi sosial |
|
Komunikasi dan pemahaman |
|
Perilaku |
|
Sensoris |
|
Perlu digarisbawahi, panduan di atas adalah untuk memudahkan orang untuk mengenali berbagai gejala yang terkait dengan sindroma Autisme, namun bukan untuk melakukan diagnosa klinis. Apalagi bukan untuk melabel anak dengan autisme. Jika kita mengamati anak yang memunculkan gejala-gejala tersebut, maka penting membawa anak tersebut ke profesional. Barulah disana akan dilakukan serangkaian pemeriksaan psikologis untuk menentukan apakah gejala yang dimunculkan anak dapat diberikan diagnosa sebagai gangguan autisme.
Bagaimana autisme didiagnosa?
Autisme sebaiknya didiagnosa oleh tim ahli dari berbagai disiplin ilmu. Tim bisa terdiri dari Ahli perkembangan anak, Dokter, Ahli wicara, dan Psikolog. Biasanya anak dengan autisme dibawa ke ahli medis terlebih dulu, lalu dokter akan membawa kasus temuannya untuk didiskusikan dengan berbagai ahli klinis kesehatan anak. Idealnya semua ahli harus sepakat untuk menentukan suatu diagnosa.
Perlu dipahami bahwa gejala autisme tidak sama dengan keterlambatan perkembangan. Karena secara khas gangguan komunikasi, interaksi sosial, perilaku serta keunikan kognitif dan sensoris akan muncul pada anak yang mengalami autisme. Sedangkan pada keterlambatan perkembangan akan lebih spesifik pada hambatan perkembangan kemampuan tertentu pada anak. Lebih lanjut, gejala autisme juga harus ditunjukkan secara kontinyu selama masa perkembangan anak; atau bukan sekedar respon atas suatu stimulus atau kondisi medis sementara (misalkan gejala hanya muncul karena sakit dan setelah minum obat).
Tidak ada satu cara atau satu tes untuk menentukan Autisme. Diagnosa juga perlu mempertimbangkan hasil pembicaraan dengan orang tua, untuk mengetahui riwayat anak, dan mengobservasi bagaimana perilaku dan gejala anak. Ketika anak sudah mendapatkan diagnosa, maka anak dapat memulai treatmentnya secara intensif untuk mengoptimalisasi perkembangannya.
Referensi
Hands-out Workshop on Autism August 2013. Autism Association of Western Australia.
0 komentar:
Posting Komentar